oncontextmenu='return false'

Halaman

Kegunaan Hutan Mangrove

Share on :

ABRASI PANTAI dan HUTAN MANGROVE


Abrasi pantai di sepanjang jalan raya yang menghubungkan Sampang dan Pamekasan, Madura, Provinsi Jawa Timur yaitu di jalan raya desa Sejati, Kec. Camplong, Sampang telah mengakibatkan tangkis laut rusak. Hal yang sama juga terjadi di sepanjang pesisir pantai pulau Sapeken, Sumenep. Dampak dari rusaknya tangkis laut itu menyebabkan jalan raya tergerus, banyak tanaman mangrove yang mati, daerah pesisir laut menjadi gersang, serta merusak aneka jenis tanaman lainnya.
Secara umum abrasi disebabkan oleh oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Penyebab faktor alam karena (1) adanya arus gelombang yang terjadi akibat pasang surut air laut, sehingga lama-kelamaan mengikis tepian pantai, (2) pemanasan global yang mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat, sehingga membuat permukaan air di seluruh dunia meningkat dan kemudian merendam daerah yang permukaannya rendah. Sedangkan abrasi yang disebabkan oleh faktor manusia, yaitu (1) pengambilan batu karang dan pasir di pesisir pantai sebagai bahan bangunan, (2) penebangan pohon-pohon pada hutan mangrove atau hutan pantai.
Jika anda setiap hari sering melintasi jalan raya yang menghubungkan Sampang dan Pamekasan, maka abrasi yang disebabkan oleh faktor manusia akan nampak kelihatan dengan jelas. Di sepanjang pesisir pantai selatan itu banyak sekali aktivitas pembangunan, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah. Adanya reklamasi pantai, penambangan batu dan pasir, bangunan rumah, gudang, pabrik dan gedung milik pemerintah, mengakibatkan jarang sekali ditemukan hutan mangrove, bahkan tanaman bakau sebagai salah satu penyusun hutan mangrove tiap tahun jumlahnya semakin menyusut.
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat air laut pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut yang komunitas tumbuhannya adaptif terhadap garam (Kusmana: 2003).
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis ”mangue” dan bahasa Inggris ”grove” (Macnae: 1968 dalam Kusmana: 2003). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun jenis-jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut.
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau sebaiknya dihindari.
Hutan mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme baik hewan darat maupun hewan air untuk hidup dan berkembang biak. Hutan mangrove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang (shellfish) dari predator.
Beberapa manfaat hutan mangrove dapat dikelompokan sebagai berikut: pertama, manfaat dari segi fisik (menjaga agar garis pantai tetap stabil, melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi, menahan badai/angin kencang dari laut, menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru, menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar, mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan penyerap CO2.
Kedua, manfaat dari segi biologi (menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlangsungan rantai makanan, tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang, tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak dari burung dan satwa lain, sumber plasma nutfah dan sumber genetik, merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota).
Ketiga, manfaat dari segi ekonomi (penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan, penghasil bahan baku industri : pulp, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, kosmetik, penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, tempat wisata, penelitian dan pendidikan).
Hutan mangrove merupakan salah satu bagian dari ekosistem pantai (pesisir).  Tipe hutan ini beserta tipe-tipe ekosistem lainnya (terumbu karang, estuaria) saling berinteraksi dalam upaya memelihara produktivitas perairan pantai dan kestabilan habitat atau lingkungan pantai.
Untuk mengatasi persoalan abrasi ini, pemerintah bersama masyarakat seharusnya mempunyai komitmen yang kuat untuk melakukan penghijauan hutan mangrove dan upaya pelestariannya di sekitar pantai yang terkena ancaman abrasi. Semoga ….

sumber :  http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/08/06/abrasi-pantai-dan-hutan-mangrove/

0 komentar:

Posting Komentar

Yok Ikutan DI Blog Saya

Followers

IP free web site traffic and promotion

Tukar Link

Silakan Copy Link Ke blog anda

Visitors

Free counters! free web site traffic and promotion Auto Backlink Gratis Indonesia : Top Link Indo
,

Blog Archive


Link Teman